Senin, 16 April 2012

MAKALAH BELAJAR DENGAN PENDEKATAN BEHAVIORISTIK


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan makalah tentang Pendekatan Behavioristik dengan tepat waktu.
            Kami menyadari bahwa tanpa adanya bantuan, dukungan, dan kerjasama yang baik dari semua pihak, makalah ini tidak akan terselesaikan dengan baik. Untuk itu, kami mengucapakan terimakasih kepada :
1.      Bapak Harmiyanto selaku dosen pengajar mata kuliah Psikologi Pendidikan yang telah memberi bekal, bimbingan dan pengarahan selama penulisan makalah ini.
2.      Orang tua yang selalu memberikan semangat serta dukungan baik secara materiil maupun spiritual.
3.      Teman-teman offering C yang telah membantu dalam memberikan dukungan serta bantuan selama penulisan makalah ini, dan
4.      Semua pihak yang tidak bisa kami sebutkan satu per satu.
Mengingat pengetahuan dan kemampuan kami yang terbatas makalah ini masih jauh dari sempurna. Maka dari itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga pengalaman membuat makalah ini dapat menjadi dorongan bagi kami untuk karya yang lebih sempurna. Akhirnya kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
                                                                       

                                                                                    Malang, 17 November 2011
                                                                                               
Penyusun


DAFTAR ISI
           
KATA PENGANTAR………………………………………………………..         i          
DAFTAR ISI………………………………………………………………….         ii         
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang…………………………………………………….         1
B.     Masalah atau Topik Bahasan……………………………………            1
C.     Tujuan Penulisan………………………………………………….          1
BAB II PEMBAHASAN
A.    Pengertian Belajar……………………………………………….            2
B.     Pengertian Teori Behavioristik....................……………………. 3         
C.     Tokoh-tokoh Aliran Behavioristik dan Analisa serta Perananya
dalam Pembelajaran……..............................................................            6
1.         Menurut Thorndike ( Teori Conectionism )………….......................   6
2.         Teori Belajar Menurut Watson ( Classical Conditioning )………….     8
3.         Teori Belajar Menurut Clark Hull ( systematic Behavior )…………     8
4.         Teori Belajar Menurut Edwin Guthrie ( Teori Conditioning )……..      9
5.         Teori Belajar Menurut skinner ( Operant Conditioning )..        …………         10
D.    Analisis Tentang Teori Behavioristik.............................................           11
BAB III PENUTUP
A.     Kesimpulan.………………………………………………………..       14
B.      Saran………………………………………………………………        15
DAFTAR RUJUKAN…………………………………………………………        16

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Teori belajar behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman .
Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.
Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Saya ingin membahas pendekatan behavioristik agar kita semua dapat memahami bagaimana  belajar dengan pendekatan behavioristik dan mengetahui karya-karya para tokoh aliran behavioristik dan analisis serta peranannya dalam pembelajaran.

B.     Masalah atau Topik Bahasan
Masalah yang akan dibahas pada makalah ini adalah Pendekatan Behavioristik.

C.    Tujuan Penulisan
Makalah ini dibuat dengan tujuan supaya kita dapat memahami lebih dalam tentang Pendekatan Behavioristik lebih mendalam.
BAB II
PEMBAHASAN


A.      Pengertian Belajar

Sebagai landasan penguraian mengenai apa yang dimaksud dengan belajar, terlebih dahulu akan dikemukakan beberapa definisi.
a)      Hilgard and Brower, dalam buku Teories of learning (1975) mengemukakan “ belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap sesuatu situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu, dimana pwrubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atau dasar kecenderungan respon pembawaan , kematangan, atau keadaan-keadaan sesaat seseorang (misalnya kelelahan, pengaruh obat, dan sebagainya ) “.
b)      Gagne , dalam buku The conditions of learning (1977) menyatakan bahwa: “ belajar terjadi apabila suatu situasi stimulus bersama dengan isi ingatan mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga perbuatannya (performance-nya) berubah dari waktu sebelum ia mengalami situasi itu ke waktu sesudah ia mengalami situasi tadi.”
c)      Morgan dalam buku Introduction to Psychology (1978) mengemukakan: “ belajar adalah setiap perbuatan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman.”
d)     Witherington, dalam buku Educational Psychology. Mengemukakan : “ belajar adalah suatu perubahan didalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola daripada reaksi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian, atau suatu pengertian.”

Dari definisi-definisi yang dikemukakan diatas, dapat dikemukakan adanya beberapa elemen yang penting yang mencirikan pengertian tentang belajar, yaitu bahwa :
a.       Belajar merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku , dimana perubahan perubahan itu dapat mengarah kepada tingkah laku yang lebih baik, tetapi juga ada kemungkinan mengarah kepada tingkah laku yang lebih buruk.
b.      Belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan atau pengalaman; dalam arti perubahan-perubahan yang disebabkan oleh pertumbuhan atau kematangan tidak dianggap sebagai hasil belajar ; seperti perubahan-perubahan yang terjadi dalam diri seorang bayi.
c.       Untuk dapat disebut belajar, maka perubahan itu harus relatif mantap : harus merupakan akhir daripada suatu periode waktu yang cukup panjang. Berapa lama periode waktu itu berlangsung sulit ditemukan dengan pasti, tetapi perubahan itu hendaknya merupakan akhir dari suatu periode yang munggkin berlangung berhari-hari, berbulan-bulan, ataupun bertahun-tahun. Ini berarti kita harus mengenyampingkan perubahan-perubahan tingkah laku yang disebabkan oleh motivasi, kelelahan, adaptasi, ketajaman perhatian atau kepekaan seseorang, yang biasanya hanya berlangsung sementara.
d.      Tingkah laku yang mengalami perubahan karena belajar menyangkut berbagai aspek kepribadian, baik fisik maupun psikis, seperti : perubahan dalam pengertian, pemecahan suatu masalah/ berfikir, ketrampilan, kecakapan, kebiasaan,ataupun sikap.


B.       Pengertian Teori Behavioristik

Teori belajar behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman .
Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.
Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon (Slavin, 2000:143). Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada pebelajar, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan pebelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh pebelajar (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement) dan pelemah (punishment). Penguat terdiri dari penguat positif dan penguat negatif. Pada penguat positif, perilaku yang diharapkan terbentuk karena diikuti oleh stimulus yang menyenangkan. Misal: komentar positif guru (stimulus menyenangkan) akan menyemangati siswa dalam belajar matematika (siswa rajin belajar matematika). Penguat negatif membentuk perilaku yang diharapkan  karena siswa ingin menghindari stimulus yang tidak menyenangkan. Misal: Ibu tidak memberikan uang saku (stimulus tidak menyenangkan) kalau anaknya tidak rajin mengerjakan PR. Untuk mendapatkan uang saku maka anak rajin mengerjakan PR. Atau guru mengatakan:  Adi, kamu tidak boleh bergabung membuat poster  dengan teman-temanmu (stimulus tidak menyenangkan), sebelum kamu menyelesaikan tugas.
Beda antara penguat positif dan negatif: pada penguat positif, siswa berperilaku positif untuk mendapatkan stimulus yang menyenangkan; sedangkan pada penguat  negatif, siswa berperilaku positif untuk menghindari stimulus yang tidak menyenangkan.  Beda antara penguat negatif dan punishment: Penguat negatif adalah untuk mengembangkan perilaku yang diharapkan, sedangkan punishment adalah untuk menghilangkan perilaku yang tidak diharapkan. Agar penguat bekerja efektif, penguat harus diberikan segera setelah perilaku yang diharapkan muncul (prinsip kontingensi).

a. Mempertahankan perilaku yang diharapkan :
1.Melalui penguatan intrinsik. Caranya: sering melibatkan siswa pada kegiatan yang menyenangkan dan memberikan kepuasan dalam kaitannya dengan perilaku positif yang akan dipertahankan.
2.Penguatan intermitten. Seperti disebutkan bahwa perilaku yang diharapkan frekuensinya akan meningkat dengan cepat apabila diberi penguat setiap kali perilaku tersebut muncul. Apabila munculnya perilaku tersebut sudah teratur, maka pemberian penguat dikurangi, yaitu pada kondisi tertentu saja.

b. Mengurangi perilaku yang tidak diharapkan:
1.Extinction. Jangan memberikan penguat apapun terhadap perilaku yang tidak diharapkan
2.Cueing. Menggunakan bahasa isyarat seperti kontak mata, menaikkan alis mata, mendekati meja siswa dan berhenti di sana sampai perilaku yang tak diharapkan berhenti.
3.Punishment. Ada pendapat bahwa hukuman tidak dapat menghentikan perilaku yang tidak diharapkan. Namun demikian kalau guru dapat menggunakan instrumen hukuman secara tepat maka hukuman tetap berguna.
Beberapa prinsip dalam teori belajar behavioristik (Gage, Berliner, 1984), meliputi:
(1) Reinforcement and Punishment.
(2) Primary and Secondary Reinforcement.
 (3) Schedules of Reinforcement.
 (4) Contingency Management.
(5) Stimulus Control in Operant Learning.
(6) The Elimination of Responses.

C.      Tokoh-tokoh Aliran Behavioristik dan Analisis serta Peranannya dalam Pembelajaran.

1.      Menurut Thorndike ( Teori conectionism)
       belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang dapat pula berupa pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan. Jadi perubahan tingkah laku akibat kegiatan belajar dapat berwujud konkrit, yaitu yang dapat diamati, atau tidak konkrit yaitu yang tidak dapat diamati. Meskipun aliran behaviorisme sangat mengutamakan pengukuran, tetapi tidak dapat menjelaskan bagaimana cara mengukur tingkah laku yang tidak dapat diamati. Teori Thorndike ini disebut pula dengan teori koneksionisme (Slavin, 2000).
       Percobaan menurut Thorndike yaitu melalui proses :
1.      Trial and Error (mencoba-coba dan mengalami kegagalan)
      Menurut teoti Trial and Error ini, setiap organism jika dihadapkan dengan situasi baru akan melakukan tindakan-tindakan yang sifatnya coba-coba secara membabi buta. Jika dalam usaha mencoba coba itu secara kebetulan ada perbuatan yang dianggap memenuhi tuntutan situasi, maka perbuatan yang kebetulan cocok iyu kemudian “dipegangnya”. Karna latihan yang terus menerus maka waktu yang dipergunakan untuk melakukan perbuatan yang cocok itu makin lama makin efisien.
                  Sebagai contoh disini kami kemukakan percobaan thorndike dengan seekor kucing yang dibuat lapar dimasukkan kedalam kandang. Pada kandang itu dibuat lubang pintu yang tertutup yang dapat terbuka jika suatu pasak pintu itu tersentuh. Diluar kandang diletakkan sepiring makanan (daging). Bagaimana reaksi kucing itu ? mula-mula kucing itu bergerak kesana-kemari mencoba-coba hendak keluar melaui berbagai jeruji kandang itu. Lama kelamaan pada suatu ketika secara kebetulan tersentuh pasak lubang pintu oleh salah satu kakinya. Pintu kadang terbuka dan kucing itupun keluarlah menuju makanan.
      Percobaan diulangi lagi. Tingkah laku kucing itupun pada mulanya sama seperti pada percobaan pertama. Hanya waktu yang diperlukan untuk bergerak kesana kemari sampai dapat terbuka lubang pintu, menjadi semakin singkat. Setelah diadakan percobaan berkali-kali, akhirnya kucing itu tidak perlu lagi kian kemari mencoba-coba, tetapi langsung menyentuh pasak pintu dan terus keluar mendapatkan makanan.
2.      Law of Effect
      Yang berarti bahwa segala tingkah laku yang berakibatkan suatu keadaan yang memuaskan ( cocok dengan tuntunan situasi) akan diingat dan dipelajari dengan sebaik-baiknya.
      Thorndike melihat bahwa organism itu (juga manusia) sebagai mekanismus; hanya bergerak atau bertindak jika ada perangsang yang mempengaruhi dirinya. Terjadinya otomatisme dalam belajar menurut thorndike disebabkan adanya  law of effect itu.

2.      Teori Belajar Menurut Watson ( Classical Conditioning )
                        Watson mendefinisikan belajar sebagai proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus dapat diamati (observable) dan dapat diukur. Jadi walaupun dia mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar, namun dia menganggap faktor tersebut sebagai hal yang tidak perlu diperhitungkan karena tidak dapat diamati.                   
Watson mengadakan eksperimen-eksperimen tentang perasaan takut pada anak dengan menggunakan tikus dan kelinci dari hasil percobaannya dapat ditarik kesimpulan bahwa perasaan takut pada anak dapat diubah atau dilatih. Anak percobaan Watson yang mula mula tidak takut pada kelinci dibuat menjadi takut kepada kelinci. Kemudian anak tersebut dilatihnya pula sehingga tidak menjadi takut lagi kepada kelinci.

3.      Teori Belajar Menurut Clark Hull ( Systematic Behavior )
                        Clark Hull juga menggunakan variabel hubungan antara stimulus dan respon untuk menjelaskan pengertian belajar. Namun dia sangat terpengaruh oleh teori evolusi Charles Darwin. Bagi Hull, seperti halnya teori evolusi, semua fungsi tingkah laku bermanfaat terutama untuk menjaga agar organisme tetap bertahan hidup. Oleh sebab itu Hull mengatakan kebutuhan biologis (drive) dan pemuasan kebutuhan biologis (drive reduction) adalah penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia, sehingga stimulus (stimulus dorongan) dalam belajarpun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun respon yang akan muncul mungkin dapat berwujud macam-macam. Penguatan tingkah laku juga masuk dalam teori ini, tetapi juga dikaitkan dengan kondisi biologis (Bell, Gredler, 1991).

4.      Teori Belajar Menurut Edwin Guthrie ( Teori Conditioning )
                        Azas belajar Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti. Yaitu gabungan stimulus-stimulus yang disertai suatu gerakan, pada waktu timbul kembali cenderung akan diikuti oleh gerakan yang sama (Bell, Gredler, 1991). Guthrie juga menggunakan variabel hubungan stimulus dan respon untuk menjelaskan terjadinya proses belajar. Belajar terjadi karena gerakan terakhir yang dilakukan mengubah situasi stimulus sedangkan tidak ada respon lain yang dapat terjadi. Penguatan sekedar hanya melindungi hasil belajar yang baru agar tidak hilang dengan jalan mencegah perolehan respon yang baru. Hubungan antara stimulus dan respon bersifat sementara, oleh karena dalam kegiatan belajar peserta didik perlu sesering mungkin diberi stimulus agar hubungan stimulus dan respon bersifat lebih kuat dan menetap. Guthrie juga percaya bahwa hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku seseorang.

                        Saran utama dari teori ini adalah guru harus dapat mengasosiasi stimulus respon secara tepat. Pebelajar harus dibimbing melakukan apa yang harus dipelajari. Dalam mengelola kelas guru tidak boleh memberikan tugas yang mungkin diabaikan oleh anak (Bell, Gredler, 1991).

5.      Teori Belajar Menurut Skinner ( Operant Conditioning )
                        Konsep-konsep yang dikemukanan Skinner tentang belajar lebih mengungguli konsep para tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep belajar secara sederhana, namun lebih komprehensif.
Menurut Skinner hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dengan lingkungannya, yang kemudian menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang dikemukakan oleh tokoh tokoh sebelumnya. Menurutnya respon yang diterima seseorang tidak sesederhana itu, karena stimulus-stimulus yang diberikan akan saling berinteraksi dan interaksi antar stimulus itu akan memengaruhi respon yang dihasilkan. Respon yang diberikan ini memiliki konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi inilah yang nantinya memengaruhi munculnya perilaku (Slavin, 2000).
Oleh karena itu dalam memahami tingkah laku seseorang secara benar harus memahami hubungan antara stimulus yang satu dengan lainnya, serta memahami konsep yang mungkin dimunculkan dan berbagai konsekuensi yang mungkin timbul akibat respon tersebut. Skinner juga mengemukakan bahwa dengan menggunakan perubahan-perubahan mental sebagai alat untuk menjelaskan tingkah laku hanya akan menambah rumitnya masalah. Sebab setiap alat yang digunakan perlu penjelasan lagi, demikian seterusnya.
                       
D.    Analisis Tentang Teori Behavioristik.
Kaum behavioris menjelaskan bahwa belajar sebagai suatu proses perubahan tingkah laku dimana reinforcement dan punishment menjadi stimulus untuk merangsang pebelajar dalam berperilaku. Pendidik yang masih menggunakan kerangka behavioristik biasanya merencanakan kurikulum dengan menyusun isi pengetahuan menjadi bagian-bagian kecil yang ditandai dengan suatu keterampilak tertentu. Kemudian, bagian-bagian tersebut disusun secara hirarki, dari yang sederhana sampai yang komplek (Paul, 1997).
Pandangan teori behavioristik telah cukup lama dianut oleh para pendidik. Namun dari semua teori yang ada, teori Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar behavioristik. Program-program pembelajaran seperti Teaching Machine, Pembelajaran berprogram, modul dan program-program pembelajaran lain yang berpijak pada konsep hubungan stimulus-respons serta mementingkan faktor-faktor penguat (reinforcement), merupakan program pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang dikemukakan Skiner.
Teori behavioristik banyak dikritik karena seringkali tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang kompleks, sebab banyak variabel atau hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan dan/atau belajar yang dapat diubah menjadi sekedar hubungan stimulus dan respon. Teori ini tidak mampu menjelaskan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam hubungan stimulus dan respon.
Pandangan behavioristik juga kurang dapat menjelaskan adanya variasi tingkat emosi pebelajar, walaupun mereka memiliki pengalaman penguatan yang sama. Pandangan ini tidak dapat menjelaskan mengapa dua anak yang mempunyai kemampuan dan pengalaman penguatan yang relatif sama, ternyata perilakunya terhadap suatu pelajaran berbeda, juga dalam memilih tugas sangat berbeda tingkat kesulitannya. Pandangan behavioristik hanya mengakui adanya stimulus dan respon yang dapat diamati. Mereka tidak memperhatikan adanya pengaruh pikiran atau perasaan yang mempertemukan unsur-unsur yang diamati tersebut.
Teori behavioristik juga cenderung mengarahkan pebelajar untuk berfikir linier, konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif. Pandangan teori ini bahwa belajar merupakan proses pembentukan atau shaping, yaitu membawa pebelajar menuju atau mencapai target tertentu, sehingga menjadikan peserta didik tidak bebas berkreasi dan berimajinasi. Padahal banyak faktor yang memengaruhi proses belajar, proses belajar tidak sekedar pembentukan atau shaping.
Skinner dan tokoh-tokoh lain pendukung teori behavioristik memang tidak menganjurkan digunakannya hukuman dalam kegiatan pembelajaran. Namun apa yang mereka sebut dengan penguat negatif (negative reinforcement) cenderung membatasi pebelajar untuk berpikir dan berimajinasi.
Menurut Guthrie hukuman memegang peranan penting dalam proses belajar. Namun ada beberapa alasan mengapa Skinner tidak sependapat dengan Guthrie, yaitu:
v  Pengaruh hukuman terhadap perubahan tingkah laku sangat bersifat sementara.
v  Dampak psikologis yang buruk mungkin akan terkondisi (menjadi bagian dari jiwa si terhukum) bila hukuman berlangsung lama.
v  Hukuman yang mendorong si terhukum untuk mencari cara lain (meskipun salah dan buruk) agar ia terbebas dari hukuman. Dengan kata lain, hukuman dapat mendorong si terhukum melakukan hal-hal lain yang kadangkala lebih buruk daripada kesalahan yang diperbuatnya.
Skinner lebih percaya kepada apa yang disebut sebagai penguat negatif. Penguat negatif tidak sama dengan hukuman. Ketidaksamaannya terletak pada bila hukuman harus diberikan (sebagai stimulus) agar respon yang muncul berbeda dengan respon yang sudah ada, sedangkan penguat negatif (sebagai stimulus) harus dikurangi agar respon yang sama menjadi semakin kuat. Misalnya, seorang pebelajar perlu dihukum karena melakukan kesalahan. Jika pebelajar tersebut masih saja melakukan kesalahan, maka hukuman harus ditambahkan. Tetapi jika sesuatu tidak mengenakkan pebelajar (sehingga ia melakukan kesalahan) dikurangi (bukan malah ditambah) dan pengurangan ini mendorong pebelajar untuk memperbaiki kesalahannya, maka inilah yang disebut penguatan negatif. Lawan dari penguatan negatif adalah penguatan positif (positive reinforcement). Keduanya bertujuan untuk memperkuat respon. Namun bedanya adalah penguat positif menambah, sedangkan penguat negatif adalah mengurangi agar memperkuat respons.













BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan.
Aliran Behavioristik ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.
Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon (Slavin, 2000:143). Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada pebelajar, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan pebelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh pebelajar (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement) dan pelemah (punishment).
Beberapa prinsip dalam teori belajar behavioristik, meliputi:
(1)   Reinforcement and Punishment; (2) Primary and Secondary Reinforcement; (3) Schedules of Reinforcement; (4) Contingency Management; (5) Stimulus Control in Operant Learning; (6) The Elimination of Responses (Gage, Berliner, 1984).

Pandangan teori behavioristik telah cukup lama dianut oleh para pendidik. Namun dari semua teori yang ada, teori Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar behavioristik. Program-program pembelajaran seperti Teaching Machine, Pembelajaran berprogram, modul dan program-program pembelajaran lain yang berpijak pada konsep hubungan stimulus-respons serta mementingkan faktor-faktor penguat (reinforcement), merupakan program pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang dikemukakan Skiner.

B.       Saran
Makalah ini bisa dipergunakan sebagai rujukan untuk membahas tentang pendekatan behavioristik selanjutnya. Sehingga bisa didapatkan hasil yang lebih baik.









                                  DAFTAR RUJUKAN                 

Anonymous .2011. Teori Belajar Behavioristik (http://id.wikipedia.org/wiki/Teori_Belajar_Behavioristik). Diakses tanggal 17 November 2011.
Alsa ,Asmadi.2008. Pendekatan behavioristik (http://ikongmantabh.multiply.com/journal/item/15/PENDEKATAN_BEHAVIORISTIK_). Diakses tanggal 17 November 2011.
Purwanto, Ngalim. 2010 . Psikologi Pendidikan. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar