KATA PENGANTAR
Puji syukur
kehadirat Allah Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan
makalah tentang Pendekatan Behavioristik dengan tepat waktu.
Kami
menyadari bahwa tanpa adanya bantuan, dukungan, dan kerjasama yang baik dari
semua pihak, makalah ini tidak akan terselesaikan dengan baik.
Untuk itu, kami mengucapakan terimakasih kepada :
1.
Bapak Harmiyanto
selaku dosen pengajar mata kuliah Psikologi Pendidikan
yang telah memberi
bekal, bimbingan dan pengarahan selama penulisan makalah ini.
2.
Orang tua yang selalu memberikan semangat serta dukungan baik secara
materiil maupun spiritual.
3.
Teman-teman offering C yang
telah membantu dalam memberikan dukungan serta bantuan selama penulisan makalah
ini, dan
4.
Semua pihak yang tidak bisa kami sebutkan satu per satu.
Mengingat
pengetahuan dan kemampuan kami yang terbatas makalah ini masih jauh dari sempurna. Maka dari itu,
kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga pengalaman membuat makalah ini dapat menjadi dorongan bagi kami untuk karya
yang lebih sempurna. Akhirnya kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Malang, 17 November 2011
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………….. i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………. ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang……………………………………………………. 1
B. Masalah atau Topik
Bahasan…………………………………… 1
C. Tujuan Penulisan…………………………………………………. 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian
Belajar………………………………………………. 2
B. Pengertian Teori Behavioristik....................……………………. 3
C. Tokoh-tokoh Aliran Behavioristik dan Analisa serta
Perananya
dalam Pembelajaran…….............................................................. 6
1.
Menurut
Thorndike ( Teori Conectionism )…………....................... 6
2.
Teori Belajar Menurut Watson ( Classical Conditioning )…………. 8
3.
Teori Belajar Menurut Clark Hull ( systematic Behavior )………… 8
4.
Teori Belajar Menurut Edwin Guthrie ( Teori Conditioning )…….. 9
5.
Teori Belajar Menurut skinner ( Operant Conditioning ).. ………… 10
D. Analisis Tentang Teori
Behavioristik............................................. 11
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.……………………………………………………….. 14
B. Saran……………………………………………………………… 15
DAFTAR RUJUKAN………………………………………………………… 16
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Teori belajar behavioristik adalah sebuah teori yang
dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil
dari pengalaman .
Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar
yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktik pendidikan dan
pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan
pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.
Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya,
mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau
perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata.
Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan
menghilang bila dikenai hukuman.
Saya ingin membahas pendekatan behavioristik agar kita
semua dapat memahami bagaimana belajar
dengan pendekatan behavioristik dan mengetahui karya-karya para tokoh aliran
behavioristik dan analisis serta peranannya dalam pembelajaran.
B.
Masalah atau Topik Bahasan
Masalah yang akan
dibahas pada makalah ini adalah Pendekatan Behavioristik.
C.
Tujuan Penulisan
Makalah ini dibuat
dengan tujuan supaya kita dapat memahami lebih dalam tentang Pendekatan
Behavioristik lebih mendalam.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Belajar
Sebagai landasan penguraian
mengenai apa yang dimaksud dengan belajar, terlebih dahulu akan dikemukakan
beberapa definisi.
a)
Hilgard
and Brower, dalam buku Teories of learning (1975) mengemukakan “ belajar berhubungan
dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap sesuatu situasi tertentu yang
disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu, dimana
pwrubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atau dasar kecenderungan
respon pembawaan , kematangan, atau keadaan-keadaan sesaat seseorang (misalnya
kelelahan, pengaruh obat, dan sebagainya ) “.
b)
Gagne
, dalam buku The conditions of learning (1977) menyatakan bahwa: “ belajar
terjadi apabila suatu situasi stimulus bersama dengan isi ingatan mempengaruhi
siswa sedemikian rupa sehingga perbuatannya (performance-nya) berubah dari
waktu sebelum ia mengalami situasi itu ke waktu sesudah ia mengalami situasi
tadi.”
c)
Morgan
dalam buku Introduction to Psychology (1978) mengemukakan: “ belajar adalah
setiap perbuatan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai
suatu hasil dari latihan atau pengalaman.”
d)
Witherington,
dalam buku Educational Psychology.
Mengemukakan : “ belajar adalah suatu perubahan didalam kepribadian yang
menyatakan diri sebagai suatu pola daripada reaksi yang berupa kecakapan,
sikap, kebiasaan, kepandaian, atau suatu pengertian.”
Dari
definisi-definisi yang dikemukakan diatas, dapat dikemukakan adanya beberapa
elemen yang penting yang mencirikan pengertian tentang belajar, yaitu bahwa :
a. Belajar
merupakan suatu perubahan dalam tingkah
laku , dimana perubahan perubahan itu dapat mengarah kepada tingkah laku
yang lebih baik, tetapi juga ada kemungkinan mengarah kepada tingkah laku yang
lebih buruk.
b. Belajar
merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan atau pengalaman; dalam arti perubahan-perubahan yang
disebabkan oleh pertumbuhan atau kematangan tidak
dianggap sebagai hasil belajar ; seperti perubahan-perubahan yang terjadi dalam
diri seorang bayi.
c. Untuk
dapat disebut belajar, maka perubahan itu harus relatif mantap : harus merupakan akhir daripada suatu periode waktu
yang cukup panjang. Berapa lama periode waktu itu berlangsung sulit ditemukan
dengan pasti, tetapi perubahan itu hendaknya merupakan akhir dari suatu periode
yang munggkin berlangung berhari-hari, berbulan-bulan, ataupun bertahun-tahun.
Ini berarti kita harus mengenyampingkan perubahan-perubahan tingkah laku yang
disebabkan oleh motivasi, kelelahan, adaptasi, ketajaman perhatian atau
kepekaan seseorang, yang biasanya hanya berlangsung sementara.
d. Tingkah
laku yang mengalami perubahan karena belajar menyangkut berbagai aspek
kepribadian, baik fisik maupun psikis, seperti : perubahan dalam pengertian,
pemecahan suatu masalah/ berfikir, ketrampilan, kecakapan, kebiasaan,ataupun
sikap.
B.
Pengertian Teori Behavioristik
Teori belajar behavioristik adalah sebuah teori yang
dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil
dari pengalaman .
Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar
yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktik pendidikan dan
pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan
pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.
Teori behavioristik dengan model hubungan
stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif.
Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau
pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan
penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus
dan respon (Slavin, 2000:143). Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika
dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar
yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon.
Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada pebelajar, sedangkan respon
berupa reaksi atau tanggapan pebelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh
guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk
diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat
diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh
guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh pebelajar (respon) harus dapat
diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran
merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan
tingkah laku tersebut.
Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran
behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement) dan pelemah (punishment). Penguat terdiri dari
penguat positif dan penguat negatif. Pada penguat positif, perilaku yang
diharapkan terbentuk karena diikuti oleh stimulus yang menyenangkan. Misal:
komentar positif guru (stimulus menyenangkan) akan menyemangati siswa dalam
belajar matematika (siswa rajin belajar matematika). Penguat negatif membentuk
perilaku yang diharapkan karena siswa
ingin menghindari stimulus yang tidak menyenangkan. Misal: Ibu tidak memberikan
uang saku (stimulus tidak menyenangkan) kalau anaknya tidak rajin mengerjakan
PR. Untuk mendapatkan uang saku maka anak rajin mengerjakan PR. Atau guru
mengatakan: Adi, kamu tidak boleh
bergabung membuat poster dengan
teman-temanmu (stimulus tidak menyenangkan), sebelum kamu menyelesaikan tugas.
Beda antara penguat positif dan
negatif: pada penguat positif, siswa berperilaku positif untuk mendapatkan
stimulus yang menyenangkan; sedangkan pada penguat negatif, siswa berperilaku positif untuk
menghindari stimulus yang tidak menyenangkan.
Beda antara penguat negatif dan punishment: Penguat negatif adalah untuk
mengembangkan perilaku yang diharapkan, sedangkan punishment adalah untuk
menghilangkan perilaku yang tidak diharapkan. Agar penguat bekerja efektif,
penguat harus diberikan segera setelah perilaku yang diharapkan muncul (prinsip
kontingensi).
a. Mempertahankan perilaku yang diharapkan :
1.Melalui penguatan intrinsik. Caranya: sering melibatkan siswa pada
kegiatan yang menyenangkan dan memberikan kepuasan dalam kaitannya dengan
perilaku positif yang akan dipertahankan.
2.Penguatan intermitten. Seperti disebutkan bahwa perilaku yang diharapkan
frekuensinya akan meningkat dengan cepat apabila diberi penguat setiap kali
perilaku tersebut muncul. Apabila munculnya perilaku tersebut sudah teratur,
maka pemberian penguat dikurangi, yaitu pada kondisi tertentu saja.
b. Mengurangi perilaku yang tidak diharapkan:
1.Extinction. Jangan memberikan penguat apapun terhadap perilaku yang tidak
diharapkan
2.Cueing. Menggunakan bahasa isyarat seperti kontak mata, menaikkan alis
mata, mendekati meja siswa dan berhenti di sana sampai perilaku yang tak
diharapkan berhenti.
3.Punishment. Ada pendapat bahwa hukuman tidak dapat menghentikan perilaku
yang tidak diharapkan. Namun demikian kalau guru dapat menggunakan instrumen hukuman
secara tepat maka hukuman tetap berguna.
Beberapa prinsip dalam teori belajar
behavioristik (Gage, Berliner, 1984),
meliputi:
(1) Reinforcement and Punishment.
(2) Primary and Secondary
Reinforcement.
(3) Schedules of Reinforcement.
(4) Contingency Management.
(5) Stimulus Control in Operant
Learning.
(6) The Elimination of Responses.
C.
Tokoh-tokoh Aliran Behavioristik dan Analisis serta
Peranannya dalam Pembelajaran.
1. Menurut
Thorndike ( Teori conectionism)
belajar
adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus adalah apa yang
merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal
lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon adalah reaksi
yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang dapat pula berupa pikiran,
perasaan, atau gerakan/tindakan. Jadi perubahan tingkah laku akibat kegiatan
belajar dapat berwujud konkrit, yaitu yang dapat diamati, atau tidak konkrit
yaitu yang tidak dapat diamati. Meskipun aliran behaviorisme sangat
mengutamakan pengukuran, tetapi tidak dapat menjelaskan bagaimana cara mengukur
tingkah laku yang tidak dapat diamati. Teori Thorndike ini disebut pula dengan
teori koneksionisme (Slavin, 2000).
Percobaan
menurut Thorndike yaitu melalui proses :
1.
Trial and Error (mencoba-coba
dan mengalami kegagalan)
Menurut
teoti Trial and Error ini, setiap organism jika dihadapkan dengan situasi baru
akan melakukan tindakan-tindakan yang sifatnya coba-coba secara membabi buta.
Jika dalam usaha mencoba coba itu secara kebetulan ada perbuatan yang dianggap
memenuhi tuntutan situasi, maka perbuatan yang kebetulan cocok iyu kemudian
“dipegangnya”. Karna latihan yang terus menerus maka waktu yang dipergunakan
untuk melakukan perbuatan yang cocok itu makin lama makin efisien.
Sebagai
contoh disini kami kemukakan percobaan thorndike dengan seekor kucing yang
dibuat lapar dimasukkan kedalam kandang. Pada kandang itu dibuat lubang pintu
yang tertutup yang dapat terbuka jika suatu pasak pintu itu tersentuh. Diluar
kandang diletakkan sepiring makanan (daging). Bagaimana reaksi kucing itu ?
mula-mula kucing itu bergerak kesana-kemari mencoba-coba hendak keluar melaui
berbagai jeruji kandang itu. Lama kelamaan pada suatu ketika secara kebetulan
tersentuh pasak lubang pintu oleh salah satu kakinya. Pintu kadang terbuka dan
kucing itupun keluarlah menuju makanan.
Percobaan
diulangi lagi. Tingkah laku kucing itupun pada mulanya sama seperti pada
percobaan pertama. Hanya waktu yang diperlukan untuk bergerak kesana kemari
sampai dapat terbuka lubang pintu, menjadi semakin singkat. Setelah diadakan
percobaan berkali-kali, akhirnya kucing itu tidak perlu lagi kian kemari
mencoba-coba, tetapi langsung menyentuh pasak pintu dan terus keluar
mendapatkan makanan.
2.
Law of Effect
Yang berarti
bahwa segala tingkah laku yang berakibatkan suatu keadaan yang memuaskan (
cocok dengan tuntunan situasi) akan diingat dan dipelajari dengan
sebaik-baiknya.
Thorndike
melihat bahwa organism itu (juga manusia) sebagai mekanismus; hanya bergerak
atau bertindak jika ada perangsang yang mempengaruhi dirinya. Terjadinya
otomatisme dalam belajar menurut thorndike disebabkan adanya law of
effect itu.
2.
Teori Belajar Menurut Watson ( Classical Conditioning )
Watson
mendefinisikan belajar sebagai proses interaksi antara stimulus dan respon,
namun stimulus dan respon yang dimaksud harus dapat diamati (observable) dan
dapat diukur. Jadi walaupun dia mengakui adanya perubahan-perubahan mental
dalam diri seseorang selama proses belajar, namun dia menganggap faktor
tersebut sebagai hal yang tidak perlu diperhitungkan karena tidak dapat
diamati.
Watson mengadakan eksperimen-eksperimen tentang perasaan
takut pada anak dengan menggunakan tikus dan kelinci dari hasil percobaannya
dapat ditarik kesimpulan bahwa perasaan takut pada anak dapat diubah atau
dilatih. Anak percobaan Watson yang mula mula tidak takut pada kelinci dibuat
menjadi takut kepada kelinci. Kemudian anak tersebut dilatihnya pula sehingga
tidak menjadi takut lagi kepada kelinci.
3.
Teori Belajar Menurut Clark Hull ( Systematic Behavior )
Clark
Hull juga menggunakan variabel hubungan antara stimulus dan respon untuk
menjelaskan pengertian belajar. Namun dia sangat terpengaruh oleh teori evolusi
Charles Darwin. Bagi Hull, seperti halnya teori evolusi, semua fungsi tingkah
laku bermanfaat terutama untuk menjaga agar organisme tetap bertahan hidup.
Oleh sebab itu Hull mengatakan kebutuhan biologis (drive) dan pemuasan
kebutuhan biologis (drive reduction) adalah penting dan menempati posisi
sentral dalam seluruh kegiatan manusia, sehingga stimulus (stimulus dorongan)
dalam belajarpun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun
respon yang akan muncul mungkin dapat berwujud macam-macam. Penguatan tingkah
laku juga masuk dalam teori ini, tetapi juga dikaitkan dengan kondisi biologis
(Bell, Gredler, 1991).
4.
Teori Belajar Menurut Edwin Guthrie ( Teori Conditioning )
Azas
belajar Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti. Yaitu gabungan
stimulus-stimulus yang disertai suatu gerakan, pada waktu timbul kembali
cenderung akan diikuti oleh gerakan yang sama (Bell, Gredler, 1991). Guthrie
juga menggunakan variabel hubungan stimulus dan respon untuk menjelaskan
terjadinya proses belajar. Belajar terjadi karena gerakan terakhir yang
dilakukan mengubah situasi stimulus sedangkan tidak ada respon lain yang dapat
terjadi. Penguatan sekedar hanya melindungi hasil belajar yang baru agar tidak
hilang dengan jalan mencegah perolehan respon yang baru. Hubungan antara
stimulus dan respon bersifat sementara, oleh karena dalam kegiatan belajar
peserta didik perlu sesering mungkin diberi stimulus agar hubungan stimulus dan
respon bersifat lebih kuat dan menetap. Guthrie juga percaya bahwa hukuman
(punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang
diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku seseorang.
Saran
utama dari teori ini adalah guru harus dapat mengasosiasi stimulus respon
secara tepat. Pebelajar harus dibimbing melakukan apa yang harus dipelajari.
Dalam mengelola kelas guru tidak boleh memberikan tugas yang mungkin diabaikan
oleh anak (Bell, Gredler, 1991).
5.
Teori Belajar Menurut Skinner ( Operant Conditioning )
Konsep-konsep
yang dikemukanan Skinner tentang belajar lebih mengungguli konsep para tokoh
sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep belajar secara sederhana, namun lebih
komprehensif.
Menurut Skinner hubungan antara
stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dengan lingkungannya, yang
kemudian menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang
dikemukakan oleh tokoh tokoh sebelumnya. Menurutnya respon yang diterima
seseorang tidak sesederhana itu, karena stimulus-stimulus yang diberikan akan
saling berinteraksi dan interaksi antar stimulus itu akan memengaruhi respon
yang dihasilkan. Respon yang diberikan ini memiliki konsekuensi-konsekuensi.
Konsekuensi-konsekuensi inilah yang nantinya memengaruhi munculnya perilaku
(Slavin, 2000).
Oleh karena itu dalam memahami tingkah
laku seseorang secara benar harus memahami hubungan antara stimulus yang satu
dengan lainnya, serta memahami konsep yang mungkin dimunculkan dan berbagai
konsekuensi yang mungkin timbul akibat respon tersebut. Skinner juga
mengemukakan bahwa dengan menggunakan perubahan-perubahan mental sebagai alat
untuk menjelaskan tingkah laku hanya akan menambah rumitnya masalah. Sebab
setiap alat yang digunakan perlu penjelasan lagi, demikian seterusnya.
D. Analisis
Tentang Teori Behavioristik.
Kaum behavioris menjelaskan bahwa
belajar sebagai suatu proses perubahan tingkah laku dimana reinforcement dan
punishment menjadi stimulus untuk merangsang pebelajar dalam berperilaku.
Pendidik yang masih menggunakan kerangka behavioristik biasanya merencanakan
kurikulum dengan menyusun isi pengetahuan menjadi bagian-bagian kecil yang ditandai
dengan suatu keterampilak tertentu. Kemudian, bagian-bagian tersebut disusun
secara hirarki, dari yang sederhana sampai yang komplek (Paul, 1997).
Pandangan teori behavioristik telah
cukup lama dianut oleh para pendidik. Namun dari semua teori yang ada, teori
Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar
behavioristik. Program-program pembelajaran seperti Teaching Machine, Pembelajaran
berprogram, modul dan program-program pembelajaran lain yang berpijak pada
konsep hubungan stimulus-respons serta mementingkan faktor-faktor penguat
(reinforcement), merupakan program pembelajaran yang menerapkan teori belajar
yang dikemukakan Skiner.
Teori behavioristik banyak dikritik
karena seringkali tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang kompleks, sebab
banyak variabel atau hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan dan/atau belajar
yang dapat diubah menjadi sekedar hubungan stimulus dan respon. Teori ini tidak
mampu menjelaskan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam hubungan
stimulus dan respon.
Pandangan behavioristik juga kurang
dapat menjelaskan adanya variasi tingkat emosi pebelajar, walaupun mereka
memiliki pengalaman penguatan yang sama. Pandangan ini tidak dapat menjelaskan
mengapa dua anak yang mempunyai kemampuan dan pengalaman penguatan yang relatif
sama, ternyata perilakunya terhadap suatu pelajaran berbeda, juga dalam memilih
tugas sangat berbeda tingkat kesulitannya. Pandangan behavioristik hanya
mengakui adanya stimulus dan respon yang dapat diamati. Mereka tidak
memperhatikan adanya pengaruh pikiran atau perasaan yang mempertemukan
unsur-unsur yang diamati tersebut.
Teori behavioristik juga cenderung
mengarahkan pebelajar untuk berfikir linier, konvergen, tidak kreatif dan tidak
produktif. Pandangan teori ini bahwa belajar merupakan proses pembentukan atau
shaping, yaitu membawa pebelajar menuju atau mencapai target tertentu, sehingga
menjadikan peserta didik tidak bebas berkreasi dan berimajinasi. Padahal banyak
faktor yang memengaruhi proses belajar, proses belajar tidak sekedar pembentukan
atau shaping.
Skinner dan tokoh-tokoh lain pendukung
teori behavioristik memang tidak menganjurkan digunakannya hukuman dalam
kegiatan pembelajaran. Namun apa yang mereka sebut dengan penguat negatif
(negative reinforcement) cenderung membatasi pebelajar untuk berpikir dan
berimajinasi.
Menurut Guthrie hukuman memegang
peranan penting dalam proses belajar. Namun ada beberapa alasan mengapa Skinner
tidak sependapat dengan Guthrie, yaitu:
v Pengaruh hukuman terhadap perubahan tingkah laku
sangat bersifat sementara.
v Dampak psikologis yang buruk mungkin akan
terkondisi (menjadi bagian dari jiwa si terhukum) bila hukuman berlangsung lama.
v Hukuman yang mendorong si terhukum untuk mencari
cara lain (meskipun salah dan buruk) agar ia terbebas dari hukuman. Dengan kata
lain, hukuman dapat mendorong si terhukum melakukan hal-hal lain yang
kadangkala lebih buruk daripada kesalahan yang diperbuatnya.
Skinner lebih percaya kepada apa yang
disebut sebagai penguat negatif. Penguat negatif tidak sama dengan hukuman. Ketidaksamaannya
terletak pada bila hukuman harus diberikan (sebagai stimulus) agar respon yang
muncul berbeda dengan respon yang sudah ada, sedangkan penguat negatif (sebagai
stimulus) harus dikurangi agar respon yang sama menjadi semakin kuat. Misalnya,
seorang pebelajar perlu dihukum karena melakukan kesalahan. Jika pebelajar
tersebut masih saja melakukan kesalahan, maka hukuman harus ditambahkan. Tetapi
jika sesuatu tidak mengenakkan pebelajar (sehingga ia melakukan kesalahan)
dikurangi (bukan malah ditambah) dan pengurangan ini mendorong pebelajar untuk
memperbaiki kesalahannya, maka inilah yang disebut penguatan negatif. Lawan
dari penguatan negatif adalah penguatan positif (positive reinforcement).
Keduanya bertujuan untuk memperkuat respon. Namun bedanya adalah penguat
positif menambah, sedangkan penguat negatif adalah mengurangi agar memperkuat
respons.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan.
Aliran Behavioristik ini menekankan pada terbentuknya
perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.
Teori
behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang
belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan
menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan
semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Belajar
merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon (Slavin,
2000:143). Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan
perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah
input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa
saja yang diberikan guru kepada pebelajar, sedangkan respon berupa reaksi atau
tanggapan pebelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses
yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena
tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus
dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa
yang diterima oleh pebelajar (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini
mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk
melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
Faktor
lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan
(reinforcement) dan pelemah (punishment).
Beberapa
prinsip dalam teori belajar behavioristik, meliputi:
(1) Reinforcement and Punishment; (2)
Primary and Secondary Reinforcement; (3) Schedules of Reinforcement; (4)
Contingency Management; (5) Stimulus Control in Operant Learning; (6) The
Elimination of Responses (Gage, Berliner, 1984).
Pandangan teori behavioristik telah
cukup lama dianut oleh para pendidik. Namun dari semua teori yang ada, teori
Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar
behavioristik. Program-program pembelajaran seperti Teaching Machine,
Pembelajaran berprogram, modul dan program-program pembelajaran lain yang
berpijak pada konsep hubungan stimulus-respons serta mementingkan faktor-faktor
penguat (reinforcement), merupakan program pembelajaran yang menerapkan teori
belajar yang dikemukakan Skiner.
B.
Saran
Makalah ini bisa dipergunakan sebagai rujukan untuk membahas tentang
pendekatan behavioristik selanjutnya. Sehingga bisa didapatkan hasil yang lebih
baik.
DAFTAR
RUJUKAN
Anonymous .2011. Teori Belajar Behavioristik (http://id.wikipedia.org/wiki/Teori_Belajar_Behavioristik). Diakses tanggal 17
November 2011.
Alsa ,Asmadi.2008. Pendekatan behavioristik (http://ikongmantabh.multiply.com/journal/item/15/PENDEKATAN_BEHAVIORISTIK_). Diakses tanggal 17
November 2011.
Purwanto, Ngalim.
2010 . Psikologi Pendidikan. Bandung
: PT Remaja Rosdakarya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar